alone2000
Senin, 31 Januari 2011
Pengertian Pariwisata
Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Dalam prakteknya,pariwisata mempunyai kaitan erat dengan waktu senggang dan rekreasi,yang mana pariwisata termasuk salah satu bagian aktifitas rekreasi.Rekreasi dapat diartikan sebagai suatu aktifitas secara sadar dilakukan,dalam waktu senggang yang memberi pengaruh bagi kondisi atau daya kreatif serta dilakukan karena keinginan sendiri tidak karena paksaan dari pihak lain.
Jenis pariwisata
v Pariwisata Pendidikan.
Kepuasan yang diperoleh dari jenis kegiatan pariwisata pendidikan lebih bersifat wisata rombongan berupa studi tour,studi banding atau yang lainnya.Wisata pendidikan mempunyai tujuan untuk menunjukan, mengenalkan atau melihat variasi obyek,kehidupan seperti dalam usaha mengenal kehidupan alam,tumbuh tumbuhan dan yang lainnya.
v Pariwisata Kebudayaan.
Pariwisata kebudayaan merupakan kegiatan wisata dengan mengunjungi tempat atau daerah-daerah yang memiliki kebudayaan yang diinginkan. Kebudayaan itu dapat berupa kesenian daerah, adat istiadat masyarakat tertentu atau suatu bangunan museum seperti candi. Obyek ini merupakan karya seni dan budaya yang dapat diberikan kepada orang lain dan dapat memberikan rasa senang dan rasa puas.
v Pariwisata Sosial.
Satu jenis pariwisata lain yakni pariwisata yang bersifat sosial seolah-olah tidak mempunyai kaitan dengan tujuan pariwisata secara umum. Namun sebenarnya kegiatan pariwisata sendiri mempunyai tujuan yang tersembunyi. Daerah atau obyek wisata merupakan tempat.Berkumpulnya orang banyak yang mempunyai latar belakang sosial budaya berbeda dan yang mempunyai tujuan wisata yang berbeda.Oleh karena itu, setiap pengunjung obyek wisata dituntut untuk dapat menghargai dan menghormati hak atau karya orang lain. Hal ini mencerminkan adanya usaha-usaha untuk memberikan pengertian kepada masyarakat agar dapat menaati aturan dan larangan yang ditentukan oleh pengelola obyek wisata
Motivasi melakukan kunjungan wisata
Secara khusus perjalanan dapat berbentuk perjalanan untuk rekreasi dan wisata yang terbagi ke dalam tiga kategori utama yaitu perjalanan untuk beristirahat dan relaksasi, perjalanan bisnis dan perjanan wisata.Sedangkan, motivasi manusia untuk melakukan perjalanan wisata terbagi ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
a. Menemui Keluarga dan Teman
b. Urusan Bisnis dan Dinas.
c. Ziarah.
d. Melihat dan Mempelajari Hal-hal Baru.
e. Mempelajari Kehidupan, Mata Pempelajari dan Adat Istiadat masyarakat Lain.
f. Mempelajari Cara Hidup Nenek Moyang.
i. Meningkatkan Kesehatan Jiwa dan Raga.
PENTINGNYA MEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA
A. Latar Belakang
Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi masyarakat. UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata.
Menurut Nurmawati (2006), pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saat ini perencanaan pengembangan pariwisata menggunakan community approach atau community based development. Dalam hal ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi (Nurhayati, 2005).
Menurut Panji (2005), usaha-usaha pengembangan pariwisata yang berorientasi pada masyarakat lokal masih minim. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sehingga perlunya partisipasi aktif masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan dan kebersihan lingkungan, memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan dalam rangka mendukung program sapta pesona, serta menanamkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengembangan desa wisata.
B. Partisipasi Masyarakat Dalam Community based Tourism Development
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan ”keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain”. Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan penggunaannya.
Selama ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan pendekatan community based tourism, dimana masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan pemerintah dan swasta hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada di desa wisatanya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata.
C. Pengembangan Desa Wisata
Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993).
Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan, (e) adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g) adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, dan (j) adanya studi orientasi.
Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :
a). Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat
Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya.
b). Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa
Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.
c). Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian
Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.
d). Memberdayakan masyarakat desa wisata
Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari.
e). Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan
Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain.
Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta. Instansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.
Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu kegiatan outbound perlu mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya bergerak sebatas menanamkan modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi perlu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna mendukung kegiatan investasi pariwisata.
Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.
D. Model Pengembangan Desa Wisata
Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari perencanaan wilayah pengembangan desa wisata.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu tahapan-tahapan model pengembangan desa wisata yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara lain:
1. Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya keterampilan menjadi instruktur outbound.
2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.
3. Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas setempat, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta
Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi masyarakat. UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata.
Menurut Nurmawati (2006), pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saat ini perencanaan pengembangan pariwisata menggunakan community approach atau community based development. Dalam hal ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi (Nurhayati, 2005).
Menurut Panji (2005), usaha-usaha pengembangan pariwisata yang berorientasi pada masyarakat lokal masih minim. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sehingga perlunya partisipasi aktif masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan dan kebersihan lingkungan, memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan dalam rangka mendukung program sapta pesona, serta menanamkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengembangan desa wisata.
B. Partisipasi Masyarakat Dalam Community based Tourism Development
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan ”keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain”. Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan penggunaannya.
Selama ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan pendekatan community based tourism, dimana masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan pemerintah dan swasta hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada di desa wisatanya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata.
C. Pengembangan Desa Wisata
Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993).
Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan, (e) adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g) adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, dan (j) adanya studi orientasi.
Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :
a). Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat
Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya.
b). Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa
Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.
c). Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian
Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.
d). Memberdayakan masyarakat desa wisata
Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari.
e). Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan
Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain.
Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta. Instansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.
Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu kegiatan outbound perlu mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya bergerak sebatas menanamkan modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi perlu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna mendukung kegiatan investasi pariwisata.
Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.
D. Model Pengembangan Desa Wisata
Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari perencanaan wilayah pengembangan desa wisata.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu tahapan-tahapan model pengembangan desa wisata yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara lain:
1. Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya keterampilan menjadi instruktur outbound.
2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.
3. Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas setempat, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta
Keamanan, Faktor Penting Yang Menunjang Pariwisata
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi yang sangat besar di bidang pariwisata. Di dalam berbagai hal sebenarnya banyak yang bisa dipromosikan dan diperlihatkan di Indonesia, seperti wisata bahari, flora dan fauna, bahkan juga merupakan tempat yang pas bagi para wanita yang sangat memperhatikan fashion. Namun, ada hal penting yang harus menjadi perhatian kita di dalam memajukan pariwisata, yaitu faktor keamanan. Memang, tidak dapat dipungkiri bahwa keamanan merupakan hal yang tidak dapat ditawar untuk memajukan pariwisata di Indonesia.
Keamanan merupakan hal penting yang tidak dapat ditawar. Untuk memajukan keamanan di suatu tempat, sebenarnya hal yang memang harus menjadi perhatian kita semua adalah mengenai attitude atau sifat masyarakat setempat. Kalau pola pikir masyarakat di daerah tersebut tidak dibentuk karena tidak sadarnya mereka akan pentingnya pariwisata, maka mereka juga tidak akan menyadari pentingnya keamanan di tempat tersebut. Kalau masyarakat disana tidak diberikan penyuluhan tentang pentingnya keamanan untuk meningkatkan pariwisata, maka tetap saja mereka bisa seenaknya bersikap baik terhadap turis lokal maupun turis asing.
Sebaliknya, jika mereka diberikan penyuluhan mengenai pentingnya keamanan daerah tersebut untuk meningkatkan pariwisata dan menambah pemasukan untuk daerah tersebut. Seindah-indahnya suatu tempat wisata atau sebesar apapun potensi suatu tempat untuk pariwisata, jika di tempat tersebut masyarakatnya ada beberapa orang yang memiliki sifat suka mencuri, mencopet, mengganggu orang yang lewat, maka hal tersebut akan dirasakan tidak aman dan akan membuat orang tidak mau untuk kembali berwisata di tempat tersebut.
Sifat masyarakat juga menyangkut mengenai keramahan penduduk setempat. Bisa saja memang tempat tersebut masyarakatnya tidak mengganggu atau tidak melakukan tindakan yang aneh dan mencurigakan, akan tetapi jika masyarakatnya bersikap dingin dan juga bersikap ketus dan cuek dalam menyambut turis, maka hal tersebut juga bisa dirasakan tidak aman bagi turis, karena keamanan juga menyangkut sikap yang ramah dan tidak cuek atau dingin dalam menanggapi turis yang ada. Sikap masyarakat yang ketus atau tidak ramah, meskipun tidak menimbulkan bahaya bagi turis, tetapi bisa menimbulkan kecurigaan akan keamanan suatu tempat dan bisa berakibat kurang baik terhadap pariwisata.
Keamanan memang merupakan hal yang penting dalam pariwisata. Hal tersebut terbukti ketika saya mendengar mengenai pendapat orang yang sedang berlibur di suatu negara. Orang tersebut dikatakan terlihat begitu gembira berlibur di negara tersebut, karena alasan keamanan disana. Dari situ kita menyadari bahwa keamanan memang sangat penting dalam menunjang pariwisata. Karena itu, jangan pernah meremehkan faktor keamanan, karena sebesar apapun potensi suatu tempat untuk pariwisata, keamanan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan pariwisata di Indonesia.
Keamanan merupakan hal penting yang tidak dapat ditawar. Untuk memajukan keamanan di suatu tempat, sebenarnya hal yang memang harus menjadi perhatian kita semua adalah mengenai attitude atau sifat masyarakat setempat. Kalau pola pikir masyarakat di daerah tersebut tidak dibentuk karena tidak sadarnya mereka akan pentingnya pariwisata, maka mereka juga tidak akan menyadari pentingnya keamanan di tempat tersebut. Kalau masyarakat disana tidak diberikan penyuluhan tentang pentingnya keamanan untuk meningkatkan pariwisata, maka tetap saja mereka bisa seenaknya bersikap baik terhadap turis lokal maupun turis asing.
Sebaliknya, jika mereka diberikan penyuluhan mengenai pentingnya keamanan daerah tersebut untuk meningkatkan pariwisata dan menambah pemasukan untuk daerah tersebut. Seindah-indahnya suatu tempat wisata atau sebesar apapun potensi suatu tempat untuk pariwisata, jika di tempat tersebut masyarakatnya ada beberapa orang yang memiliki sifat suka mencuri, mencopet, mengganggu orang yang lewat, maka hal tersebut akan dirasakan tidak aman dan akan membuat orang tidak mau untuk kembali berwisata di tempat tersebut.
Sifat masyarakat juga menyangkut mengenai keramahan penduduk setempat. Bisa saja memang tempat tersebut masyarakatnya tidak mengganggu atau tidak melakukan tindakan yang aneh dan mencurigakan, akan tetapi jika masyarakatnya bersikap dingin dan juga bersikap ketus dan cuek dalam menyambut turis, maka hal tersebut juga bisa dirasakan tidak aman bagi turis, karena keamanan juga menyangkut sikap yang ramah dan tidak cuek atau dingin dalam menanggapi turis yang ada. Sikap masyarakat yang ketus atau tidak ramah, meskipun tidak menimbulkan bahaya bagi turis, tetapi bisa menimbulkan kecurigaan akan keamanan suatu tempat dan bisa berakibat kurang baik terhadap pariwisata.
Keamanan memang merupakan hal yang penting dalam pariwisata. Hal tersebut terbukti ketika saya mendengar mengenai pendapat orang yang sedang berlibur di suatu negara. Orang tersebut dikatakan terlihat begitu gembira berlibur di negara tersebut, karena alasan keamanan disana. Dari situ kita menyadari bahwa keamanan memang sangat penting dalam menunjang pariwisata. Karena itu, jangan pernah meremehkan faktor keamanan, karena sebesar apapun potensi suatu tempat untuk pariwisata, keamanan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan pariwisata di Indonesia.
Minggu, 30 Januari 2011
Bangun Pusat Garam di NTT, Pemerintah Siapkan Dana Triliunan
Jakarta - Pemerintah bakal menjadikan provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai pusat industri garam nasional. Lahan seluas 5 ribu hektare dan dana Rp 6,6 triliun telah disiapkan tahun ini.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (31/1/2011).
"NTT memang jika dilihat dari segi pembangunan berada di bawah rata-rata nasional tapi kemiskinannya tinggi, jadi ini yang harus segera kita atasi," ujar Hatta.
Hatta menambahkan, provinsi tersebut juga akan disiapkan untuk menjadi pusat dua komoditas pertanian, penghijauan, serta pariwisata.
Selain garam, pemerintah juga akan mengarahkan NTT sebagai pusat ternak nasional dan rumput laut yang disesuaikan dengan geografis NTT yang memang banyak memiliki daerah pantai.
Untuk pembangunan penghijauan, pemerintah berencana mengembangkan NTT sebagai daerah penghasil cendana dan gaharu. Kemudian, pemerintah juga berencana mengembangkan sektor pariwisata NTT yang akan membantu pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
"Pembangunan ke depan harus memiliki keunggulan-keunggulan daerah sehingga betul-betul fokus dan kita bisa secara cepat menekan kemiskinan dan meningkatkan lapangan kerja," ujarnya.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menyusun program bernama quick win untuk mendorong pengembangan NTT.
Salah satu program tersebut adalah pembangunan irigasi, waduk, serta infrastruktur yang menggunakan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp 1,4 triliun.
"Ya tentu yang quick win itu ada misalkan anggaran infrastruktur PU saja Rp 1,4 triliun besar sekali untuk irigasi karena ini masalah air, masalah waduk, masalah embun, banyak infrastruktur pedesaan kemudian juga dari kelautan juga mempercepat masalah rumput laut kemudian juga garam dan perikanan tentunya," tandasnya.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (31/1/2011).
"NTT memang jika dilihat dari segi pembangunan berada di bawah rata-rata nasional tapi kemiskinannya tinggi, jadi ini yang harus segera kita atasi," ujar Hatta.
Hatta menambahkan, provinsi tersebut juga akan disiapkan untuk menjadi pusat dua komoditas pertanian, penghijauan, serta pariwisata.
Selain garam, pemerintah juga akan mengarahkan NTT sebagai pusat ternak nasional dan rumput laut yang disesuaikan dengan geografis NTT yang memang banyak memiliki daerah pantai.
Untuk pembangunan penghijauan, pemerintah berencana mengembangkan NTT sebagai daerah penghasil cendana dan gaharu. Kemudian, pemerintah juga berencana mengembangkan sektor pariwisata NTT yang akan membantu pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
"Pembangunan ke depan harus memiliki keunggulan-keunggulan daerah sehingga betul-betul fokus dan kita bisa secara cepat menekan kemiskinan dan meningkatkan lapangan kerja," ujarnya.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menyusun program bernama quick win untuk mendorong pengembangan NTT.
Salah satu program tersebut adalah pembangunan irigasi, waduk, serta infrastruktur yang menggunakan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp 1,4 triliun.
"Ya tentu yang quick win itu ada misalkan anggaran infrastruktur PU saja Rp 1,4 triliun besar sekali untuk irigasi karena ini masalah air, masalah waduk, masalah embun, banyak infrastruktur pedesaan kemudian juga dari kelautan juga mempercepat masalah rumput laut kemudian juga garam dan perikanan tentunya," tandasnya.
Kamis, 27 Januari 2011
Kamis, 25 November 2010
Langganan:
Postingan (Atom)