Kab.TTU Kaya Potensi Pariwisata Tapi Kurang Promosi |
| |
| |
| |
|
Kabupaten TTU merupakan salah satu Kabupaten dari 20 Kabuaten/Kota yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan ibukotanya Kefamenanu. Letaknya di tengah Pulau Timor, bagian utara yang berbatasan langsung dengan wilayah Ambenu, Daerah Enklave Republic Demokratik Timot Leste (RDTL).
Di Kabupten ini memiliki beraneka ragam kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya budaya, yang dapat ditumbuh kembangkan untuk pembangunan kepariwisataan daerah dan untuk mewujudkannya, diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, profesional, kreatif, inisiatif dan inovatif disertai perencanaan dan program rill serta terpadu.
Seluruh potensi aneka kekayaan alam, budaya dan religius serta sejumlah daya dukung kepariwisataan di TTU seakan sedag merentang tawa, mengulas senyum untuk didatangi, dikunjungi bahkan untuk berinvestasi di sub sektor pariwisata.
Luas wilayah Kabupaten TTU adalah 2.669,70 Km atau 266,970 Ha. Dari segi astronomis, daerah ini terbentang antara 124 04’02’ sampai 24 46’00” Bujur Timur; dan antara 9 02’48” sampai 9 37’36” Lintang Selatan. Sebelah Utara berbatasan dengan Ambenu (daerah Enclave RDTL), Selatan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan; Timur dengan Kabupaten Belu dan Barat dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kupang.
Dari aspek klimatologi, suhu udara di Kabupaten ini sangat bervariasi tergantung curah hujan setiap tahun. Keadaan curah hujan yang tidak menentu sangat berpengaruh terhadap pergantian musim serta aktivitas manusia. Faktor-faktor penyebabnya antara lain topografi wilayah yang bergunung-gunung, berbukit-bukit, diselang-selingi dataran-dataran rendah dan padang-padang sabana. Faktor lain, barangkali kondisi lingkungan hidup khususnya dunia flora/ vegetasi yang tidak seimbang, turut menentukan variabilitas iklim tersebut.
Dari aspek kependudukan. berbagai tradisi lisan dan tulisan sejarah serta laporan etnografis, penduduk di Kabupaten TTU menunjukkan hasil pembauran berbagai ras dan kelompok etnis yang berlangsung sejak awal mula. Ada penduduk asli (Melenesia), penduduk migran (Austronesia dan deutro Malayu), penduduk keturunan campuran (Topasses), para pedagang dan sebagainya.
Pembauran ini berlangsung demikian lama berabad-abad lampau dan tanpa terasa telah membentuk penduduk di kabupaten ini. Walau demikian, di antara banyak kesamaan, terdapat pula perbedaan-perbedaan di antara penduduk terutama di tiga wilayah besar dalam Kabupaten TTU (Biboki, Insana, Miomaffo). Dan untuk menelusurinya kembali, diperlukan studi-studi historiografi dan etnografis yang intensif.
Ditinjau dari bahasa daerah, penduduk di TTU sehari-harinya menggunakan Bahasa Dawan Atoni, yang lazimnya disebut Laes Meto, Uab Meto atau Molok Meto. Pemakaian bahsa ini cukup umum, namun ada pula perbedaan-perbedaan ciri khas etnis Biboki, Insana dan Miomaffo, maka dari pemakaian bahasa ini nampaknya ciri khas pembedanya berupa dialek/ logat: Miomaffo Barat, Miomaffo Timur, Noemuti, Insana, dan Biboki.
Dengan kata lain dari pengucapan kata-kata, kita dapat membedakan identitas etnis seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, selain laes meto, uab meto, atau molok meto ini, sebagian besar masyarakat juga menggunakan alat bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dengan sesama manusia, sebagai bahasa nasional.
Sosial Budaya
Masih terlestarinya berbagai potensi wisata budaya dan religius serta wisata alam, dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadis Budpar) Kabupaten TTU, Wilybrodus Apaut, S.Sos, M.AP.
Sumber semua wujud kebudayaan di atas, jelas Kadis Budpar, adalah ide atau gagasan, adat istiadat, norma-norma dan nilai-nilai sebagai landasan filosofis, etis dan moral kebudayaan Atoin meto di Kabupaten Timor Tengah Utara. Maka eksistensi Atoin Timor dan realitas kebudayaannya dapat dirangkum dalam pikiran bahwa ia lahir dari methologi, dari methologi ia menciptakan simbol-simbol yang membahasakan atau mengungkapkan makna seluruh realitas masa lampau. Dalam kehidupan sehari-hari, ia berperilaku dalam tindakan-tindakan simbolis yang mengaktualisasikan relasinya dengan masa lampau demi arti dan makna sebuah kehidupan.
Realitas sosial menunjukkan bahwa kehidupannya di dalam masyarakat tersusun dalam struktur-struktur. Ada pemimpin; pembantu pimpinan dan bawahan (rakyat). Relasinya dengan sesama manusia dilihat dalam kerangka hubungan kekerabatannya yang berpengaruh kuat pada pranata lainnya.
Agama dan Kepercayaan Asli
Menurut data statistik, jelas Kadis Budpar TTU, mayoritas penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara menganut Agama Katolik, Kristen Protestan, Islam, Hindu dan Buddha. Namun dalm kenyatan, agama Katolik misalnya masih terus diberangi system kepercayaan asli tehadap usi neon (Wujud Tertinggi); Arwah nenek Moyang; Dewi Bumi dan Dewa Air serta adanya Roh-roh Halus.
Sistem kepercayaan asli inilah, jelas Kadis Wilybrodus Apaut, yang mewarnai segala perilaku dan tindakan ritual sepanjang fase kehidupan (lahir, kawin, mati) dan aktifitas-aktifitas ekonomisnya (upacara-upacara ritual menurut kalender pertanian).
Dunia kehidupan Atoin Meto, jelas Kadis Budpar, terdiri dari dunia fana dan dunia baka. Karena itu ada juga kepercayaan akan hidup sesudah kematin, dimaksudkan agar arwah orang mati dapat hidup layak di dunia para arwah di alam baka.
Pemerintahan
Kabuapten Timor Tengah Utara meliputi tiga wilayah yakni Biboki, Insana, dan Miomaffo (bekas-bekas swapraja di Jaman belanda). Di jaman pemerintahan sekarang, terdapat 24 kecamatan, 143 desa dan 31 kelurahan. Kefamenanu adalah Ibu Kota Kabupaten Timor tengah Utara, tentu menjadi pula pusaat pertumbuhan dan perkembangan pembangunan dari multi aspek. Mulai dari aspek pemerintahan, pendidikan, pos dan telekomunikasi, ekonomi, pertahanan dan keamanan, agama, infrastruktur dan transportasisampai kebudayaan dan pariwisata.
Dengan kata lain, kefamenanu juga menjadi pusat pelayanan publik yang menjangkau seluruh aspek kehidupan sosial. Berkaitan dengan itu, jika TTU sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur, sudah pasti kefamenanu menjadi destinasi utamanya. Walaupun demikian, jika diterawang dari karakter layanan wisatanya, Kefamenanu pada level lokal dan regional lebih tepat dijadikan sebagai tempat wisata MICE (Meeting, Insentive, Converence and Exhibition). Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan berbagai prasarana dan sarana (jaringan jalan, listrik, telepon dan Air), tersedianya aneka usaha jasa layanan wisata (Biro Perjalanan, Hotel, Restaurant dan Balai Konvensi) dan didukung pula oleh kelengkapan fasilitas publik yang memadai (Bank, Money Changer, Kantor Post, Pasar, Terminal, Pusat Pertokoan, Rumah Sakit, Pos Polisi, Universitas dan sebainya).
Potensi Wisata
Ada beraneka ragam potensi objek wisata di Kabupaten Timur Tengah Utara. Banyaknya obyek atau potensi tersebut mendorong Pemerintah Kabupaten TTU membentuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) pada tahun 2001 untuk menyelenggarakan kegiatan pelestarian, promosi dan pengembangannya. Kadis Budpar Kabupaten TTU, Wilybrodus Apaut, S.Sos, M.AP, mengemukakan, setelah terbentuknya Dinas Budpar, ada dua hal pokok yang menjadi pilar utama yang harus dilakukan. Pertama, aspek kebudayaan. Kebudayaan bisa menjadi menarik kalau dilestarikan dan dibina serta dipasarkan. Kedua, aspek kepariwisataan. Kebudayaan akan menjadi menarik bila dinikmati oleh banyak orang. Kebudayaan tidak hanya menjadi ritus yang seremonial belaka tetapi bisa lebih dari itu yakni menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi umat manusia.
Agar kebudayaan bisa menjadi salah satu aset pariwisata yang menarik, jelas Kadis Budpar TTU, pihaknya ke depan akan bekerja sama dengan media cetak dan elektronik guna pemasaran atau promosi.
Kadis Budpar juga tak mengelak kalau dibilang pariwisata TTU terlihat mati suri. Penilaian semacam itu, menurutnya, adalah suatu kenyataan. Untuk menghidupkan dan mengembangkannya butuh partisipasi semua pihak dan butuh dukungan media cetak.
“Kami butuh sumbangan pemikiran dari teman-teman media cetak dalam hal promosi dan pengembangan pariwisata di daerah, “ujar Kadis Budpar TTU.
Berbicara tentang keanekaragaman potensi pariwisata, jelas Kadis Bupdar TTU, pihaknya telah mengelompokannya berdasarkan jenis antara lain objek wisata alam dan objek wisata religius, objek wisata tantangan dan objek wisata minat khusus.
Di samping itu, ada objek wisata alam seperti panorama alam berupa air tarjun, gua-gua, kawasan pegunungan hutan dan berbagai jenis tumbuhan dan dunia fauna yang penuh mempesona, menjanjikan satu kunjungan ilmiah yang tak pernah habis. Perkampungan tradisional, rumah-rumah adat, barang-barang peninggalan historis dan sebagainya adalah situs dan benda cagar budaya yang tak terkira nilainya.
Sepanjang tahun, jelas Kadis Budpar TTU, Wilybrodus Apaut, S.Sos, M.AP, perayaan upacara-upacara adat, atraksi-atraksi seni budaya, pengelaran pacuan kuda dan berbagai perlombaan olah raga tradisional adalah festival-festival yang sangat mengagumkan penuh pesona hiburan yang tak terlupakan. Semuanya sangat resprentif dan mulai terkenal yang membutuhkan polesan untuk pengembangan dan pemasarannya. Laporan: Sil Nusa, Ako Uskono, Zeth Besie
Salesius Vitalis Olne, S.Sos Dekan FISIP Universitas Timor
Pemda TTU Harus Punya Kemauan Bangun Pariwisata
Pemerintah Kabupaten TTU melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata TTU, belum pernah mengajak kalangan akademisi dari Perguruan Tinggi (PT) Univesritas Timor (Unimor) untuk membicarakan masalah kepariwisataan TTU.
Kehadiran PT di daerah seharusnya dipandang sebagai modal utama pengembangan sumber daya manusia termasuk di bidang kepariwisataan. Karena PT bisa menjadi mitra dalam penyusunan program pembangunan pariwisata. “Yang terpenting adalah bagaimana merubah pola pikir atau cara pandang masyarakat tentang pentingnya pariwisata. Ini yang butuh proses,” ungkap Vitalis kepada Bentara Online di kediamannya Benpasi Kefamenanu, Sabtu (23/5/09) lalu,
Dekan Fisip Unimor ini mencontohkan, pengelolaan objek wisata Oeluan hingga saat ini masih sebatas sebagai tempat pemandian dan itu pun hanya dilakukan oleh anak-anak saja, sementara masyarakat umum tidak memanfaatkan jasa objek tersebut untuk berenang disana.
“Orang TTU itu sangat merasa jijik untuk mandi bersama di kolam. Kalau mandi biasanya pakai kain dari atas sampai di bawah. Jadi, yang perlu dipikirkan adalah merubah cara pandang atau pola pikirnya, “ujarnya.
Berbicara tentang pembangunan pariwisata, kata Dekan FISIP Unimor ini, tentunya berpulang pada kemauan pemerintah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan visi dan misi instansi tersebut.
“Jangan hanya sebatas buat program saja tetapi harus ada aksi nyata, ‘ujarnya.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam rangka pengembangan pariwisata adalah, Pertama, pola rekruitmen pegawai sesuai kompetensi kepariwisata. seperti penerjemah di setiap objek wisata. Di samping itu juga, perlu merekrut warga dari Sonaf untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan kemudian menempatkan kembali PNS tersebut di objek wisata yang ada di Sonaf atau dekat Sonaf sehingga mengetahui secara persis objek wisata tersebut.
Kedua, di Tanjung Bastian, jangan hanya cuma objek pacuan kuda saja tetapi harus ada objek atau event yang rutin dilaksanakan di tempat itu sehingga bisa memancing orang berkunjung ke Tanjung Bastian. Dari aspek sosial, orang akan terbiasa berkunjung ke Tanjung Bastian pada hari-hari tertentu.
Salesius Vitalis Olne juga mengeritik usaha promosi pemda yang dilakukan sebatas membuat leaflet saja. Menurutnya, perlu ada promosi lewat media cetak dan elektronik serta pertukaran budaya. Laporan: Sil Nusa, Ako Uskono
Robert Tanur: Pengusaha Hotel Livero
Galakan Promosi dengan Menjual Paket Tour
Selama ini, kata Robert Tanur, yang ditemui Bentara Online di Hotel Livero miliknya yang tak jauh dari Terminal Kota Kefamenanu, Rabu (20/5/09)lalu, tak pernah ada kegiatan promosi wisata Kabupaten TTU. Ia juga sangat menyayangkan keengganan Pemerintah TTU untuk bekerja sama dengan media cetak maupun elektronik dalam mempromosikan berbagai potensi sumberdaya di daerah termasuk pariwisata.
“Media itu sangat efektif untuk promosi wisata. Tanpa melalui media, orang tidak akan tahu. Dalam hal promosi, media cetak lebih efektif karena bertahan lama dibandingkan media elektronik. Soal promosi, kita bisa belajar dari Kabupaten Alor yang setiap tahunnya selalu ada promoso Expo Budaya sehingga Sail Indonesia selalu menyinggahi Alor sebagai salah satu destinasi wisata, “ujarnya.
Robert Tanur mengemukakan, Kabupaten TTU memiliki kekayaan wisata khususnya wisata budaya dan wisata religius yang bisa dijadikan suatu paket tour wisata setiap tahunnya. Dengan paket tour, orang luar bisa mengenal TTU dan orang bisa mengenal TTU itu hanya bisa melalui media. Ia kemudian mencontohkan, Rumah Adat Maslete, orang bisa mengenal objek wisata budaya ini jika di tempat ini setiap tahunnya digelar upacara adat rutin.
“Orang bisa ke Maslete tetapi apa yang mau dilihat di sana? Harus ada upacara adat secara rutin setiap tahunnya. Kalau sudah ada acara rutin, maka kita bisa buat paket tour dan bisa dipromosi melalui media massa, “ujarnya.
Dalam hal membuat paket tour wisata, Robert Tanur, mengajak pemerintah untuk bisa belajar pada objek wisata religius seperti di Sendangsono Jogjakarta. Untuk wisata semacam ini, kata dia, tak terlalu sulit karena pada dasarnya di TTU ada juga Gereja tertua yakni di Bitauni. Cara memulainya adalah mempromosikannya melalui pers atau media massa.
Karena itu, pejabat pemerintah disarankannya untuk selalu dekat dengan pers dan bukan menjauhi pers. Setiap ada kegiatan pemerintahan terlebih yang berhubungan dengan kehidupan rakyat banyak, alangkah baiknya melibatkan setiap insan pers di daerah sehingga bisa diliput. Jika Pemda sudah bisa bekerja sama dengan media massa dan sudah menetapkan salah satu objek wisata religius, maka langkah selanjutnya, Pemda menyediakan sarana angkutan berupa Bis Pariwisata bagi anak sekolah. Pada setiap musim atau bulan tertentu, anak sekolah dari setiap lembaga pendidikan bisa mengunjunginya.
“Sampai saat ini pemerintah belum menunjukan mana yang disebut objek wisata religius atau budaya. Selama ini pula tidak pernah ada suatu objek wisata yang dipublikasikan di media. Jadi saya sarankan agar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bisa mempromosikannya. Saya sebagai pengusaha sangat berterima kasih kepada teman-teman media yang berusaha mempromosikan TTU, “ujarnya.
Robert Tanur lalu mencontohkan lagi dengan Bali yang adalah Destinasi Tujuan Wisata. Bali menurutnya, terkenal karena budayanya sehingga para turis mau berkunjung ke Bali. Sementara di Kabupaten TTU, juga kaya akan budaya sehingga sangat pantas menjadi objek wisata budaya maupun religius.
Sebagai pengusaha perhotelan, kata Robert Tanur, pihaknya tak bisa mempromosikan sarana hiburan yang disediakan hotel kalau tidak ada objek wisata yang pantas dikunjungi di TTU. Karena itu, harus ada keterpaduan antara hotel dengan objek wisata. Setelah wisatawan pulang dari objek wisata, wisatawan akan menikmati sarana hiburan yang ada di hoitel.
“Kami pengusaha hanya menyiapkan sarana hotel dan hiburannya, tetapi untuk promisi keluar maka itu prosinya pemerintah walaupun kami juga melakukannya. Sampai saat ini pun, kami pengusaha belum pernah diajak untuk berbicara bersama pemerintah bagaimana merumuskan strategi pembangunan pariwisata di TTU yang baik, “keluhnya.
Robert Tanur, menambahkan, untuk wisata religius, pembuatan paket tour juga tak sulit karena pada dasarnya di TTU memiliki sejumlah objek yang layak menjadi tempat wisata. Ia mencontohkan, setiap bulan Mei dan Oktober adalah Bulan Rosario bagi Umat Katolik. Pada bulan Mei dan Oktober, biasanya di akhir bulan, umat Katolik berkumpul di Gua Bitauni. Pada saat itu, seharusnya bisa diisi dengan acara seperti lomba lagu rohani atau apa saja yang bisa membuat orang terpancing untuk menuju ke lokasi tersebut.
Lomba Panjat Tebing
Robert Tanur ternyata punya banyak gagasan yang bisa dijual sehingga menghasilkan banyak uang untuk TTU. Di Manufonu misalnya, keindahan alam berupa bukit-bukit yang terjal bisa dijadikan objek wisata untuk lomba panjat tebing. Hal sama juga dengan objek wisata di Tanjung Bastian. Kedua lokasi itu bisa digelar event tahunan untuk Lomba Panjat Tebing sehingga bisa mendorong majunya pariwisata di TTU dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan wilayah.
Hal menarik lainnya yang diutarakan Robert Tanur adalah adanya kondisi wilayah yang sangat memungkinkan berkembangkan pariwisata. Di bidang tata ruang wilayah, jelasnya, untuk kota-kota di daratan Timor, tak bisa melawan dengan Kefamenanu. Dalam hal penataan ruang dan kebersihan, TTU sangat luar biasa. Tata ruang sudah berwawasan wisata dan Kota Kefamenanu pun sangat cocok untuk pengembangan sebagai Kota Pendidikan.
Selain itu, di kampung-kampung banyak terdapat sanggar seni. Namun, karena ketiadaan event dan tidak ada pembinaan, membuat banyak sanggar seni yang tidak berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar